Sunday 21 August 2016

AYAT-AYAT ALQUR’AN, HADIST DAN KISAH KEHIDUPAN YANG BERKAITAN DENGAN KARIR



STUDI PUSTAKA TENTANG AYAT-AYAT ALQUR’AN, HADIST DAN KISAH KEHIDUPAN YANG BERKAITAN DENGAN KARIR

1.    Pengertian Karir
Istilah karier memiliki makna yang berbeda-beda tergantung dari sudut pandangnya masing-masing. Namun demikian, terdapat kesamaan bahwa masalah karier tidak dapat dilepaskan dengan aspek perkembangan, pekerjaan, jabatan, dan proses pengambilan keputusan. Atas dasar ini, untuk memperoleh pemahaman yang lebih luas dan komprehensif tentang hakekat karier, bagian ini akan menjelaskan tentang konsep dasar karier, teori-teori perkembangan karier, serta implikasinya terhadap konseling.
Milgram (1979) menegaskan bahwa perkembangan karier merupakan suatu proses kehidupan panjang dari kristalisasi indentitas vokasional. Suatu variasi luas dari kombinasi faktor keturunan, fisik, pribadi-sosial, sosiologis, pendidikan, ekonomi, dan pengaruh-pengaruh budaya. Dalam bagian lain juga disebutkan bahwa karier adalah gaya hidup. Artinya bahwa karier adalah suatu makna utama dari ekspresi kemampuan dan minat khusus yang secara intensif disadari sebagai implikasi dari pilihan pekerjaan untuk gaya hidup di masa mendatang. Dalam diskusi tentang karier sebagai gaya hidup, isu-isu yang berlawanan dengan nilai-nilai pekerjaan yang menyenangkan sering kali muncul. Atas dasar ini karier hakekatnya adalah bagaimana memadukan antara kemampuan dengan nilai kesenangan sebagai satu kesatuan. Karier sebagai gaya hidup adalah bagian dari proses pengambilan keputusan pada semua orang, dengan maksud agar tidak menimbulkan konflik antara kesenangan dalam pekerjaan dengan pemenuhan aspirasi dan dalam merealisasikan kemampuannya.
Munandir (1996) menyatakan bahwa karier erat kaitannya dengan pekerjaan dan hal memutuskan karier bukanlah peristiwa sesaat , melainkan proses yang panjang dan merupakan bagian dari proses perkembangan individu. Hoyt (Gibson dan Mitchell, 1995) menjelaskan bahwa karier adalah totalitas dari pengalaman pekerjaan/jabatan seseorang dalam sepanjang hidupnya. Dalam arti sempit karier adalah jumlah total dari pengalaman pekerjaan/jabatan seseorang dalam kategori pekerjaan umum, seperti sebagai pengajar, akunting, dokter, atau sales.
Sementara itu Gibson dan Mitchell (1995) menjelaskan bahwa karier adalah jumlah total dari pengalaman hidup dan gaya hidup seseorang. Secara konseptual, karier erat kaitannya dengan pekerjaan, perkembangan karier, pendidikan karier, bimbingan karier, konseling karier, informasi pekerjaan, jabatan, dan pendidikan jabatan. Dijelaskan lebih lanjut bahwa antara karier, pendidikan karier, perkembangan karier, dan konseling karier merupakan istiah-istilah yang saling berhubungan. Karena itu satu tanpa yang lain tidak akan efektif dan kurang bermakna. Dimaksudkan dengan pendidikan karier adalah seluruh aktivitas dan pengalaman yang direncanakan untuk menyiapkan seseorang untuk memasuki dunia kerja, perkembangan karier merupakan aspek dari totalitas perkembangan yang mendasarkan pada belajar tentang, persiapan untuk, masuk ke, dan kemajuan dalam dunia pekerjaan. Sedangkan konseling karier adalah aktivitas yang dimaksudkan untuk menstimulasi dan memfasilitasi perkembangan karier sepanjang hidupnya. Aktivitas tersebut termasuk membantu dalam perencanaan karier, pengambilan keputusan karier, dan penyesuaian karier. Dengan demikian, pendidikan karier akan menstimulasi perkembangan karier, sedangkan konseling karier akan memberikan arah terhadap pendidikan dan perkembangan karier.

2.    Perintah bekerja :
Dan katakanlah : “Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS at-Tawbah /9: 105).
Beramal artinya beraktifitas dalam dan demi hidup dan kehidupan. Karena dalam Islam tidak dikenal pemisahan antara dunia – akhirat, agama – dunia, maka segala aktifitas hidup dan kehidupan merupakan amal yang diperintahkan oleh Islam.
Segala bentuk pekerjaan atau perbuatan bagi seorang muslim dilakukan dengan sadar dan dengan tujuan yang jelas yaitu sebagai bentuk pengabdian kepada Allah semata-mata sebagimna firmanNya : “tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepadaKu” (QS Adz-Zaariyaat/ 51 : 56)

3.    Orientasi bekerja :
Dan sesungguhnya akhirat itu lebih baik dari permulaan (QS adh-Dhuha/93 :4).
Akhirat itu berasal dari kata “akhir” artinya kelanjutan proses dari yang awal; sesudah sekarang atau masa depan. Karena masa kehidupan itu berlangsung panjang dan lama, sedangkan kehidupan dimana kita memulai sesuatu itu singkat dan sementara, maka kita lebih mengutamakan kehidupan yang indah dan bernilai lebih baik di masa mendatang.
Oleh karenanya, jika kita menginginkan kebaikan pada masa mendatang, maka kita harus mempersiapkan atau menanam bibit kebaikan pada langkah awalnya, dan terus menerus memupuk dan memelihara kebaikan sebagai proses menuju kebaikan sempurna sebagai buah yang akan dipetik pada saatnya.

4.    Karier Pria dan Wanita dalam Perspektif Islam
Dalam Islam, yang wajib memberikan nafkah adalah suami. Islam menjadikan suami sebagai kepala keluarga, di pundaknyalah tanggung jawab utama lahir batin keluarga. Islam juga sangat proporsional dalam membagi tugas rumah tangga, kepala keluarga diberikan tugas utama untuk menyelesaikan segala urusan di luar rumah, sedang sang isteri memiliki tugas utama yang mulia, yakni mengurusi segala urusan dalam rumah.
Firman Allah dalam Qur’an Surat Al Ahzaab ayat 33
tbös%ur Îû £`ä3Ï?qãç/ Ÿwur šÆô_§Žy9s? ylŽy9s? Ïp¨ŠÎ=Îg»yfø9$# 4n<rW{$# ( z`ôJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# šúüÏ?#uäur no4qŸ2¨9$# z`÷èÏÛr&ur ©!$# ÿ¼ã&s!qßuur 4 $yJ¯RÎ) ߃̍ムª!$# |=ÏdõãÏ9 ãNà6Ztã }§ô_Íh9$# Ÿ@÷dr& ÏMøt7ø9$# ö/ä.tÎdgsÜãƒur #ZŽÎgôÜs? ÇÌÌÈ  
”Dan hendaklah kamu (wanita) tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahuludan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu hai ahlul bait  dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.

Perbuatan ihsan (baik) seorang suami harus dibalas pula dengan perbuatan yang serupa atau yang lebih baik oleh isteri. Ia harus berkhidmat kepada suaminya dan menunaikan amanah mengurus anak-anaknya menurut syari’at Islam yang mulia. Allah SWT telah mewajibkan kepada dirinya untuk mengurus suaminya, mengurus rumah tangganya, mengurus anak-anaknya.
Firman Allah dalam Qur’an Surat An-Nisaa’ ayat 34 :
ãA%y`Ìh9$# šcqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ Ÿ@žÒsù ª!$# óOßgŸÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$sƒrB  Æèdyqà±èS  ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ŸÒyJø9$# £`èdqç/ÎŽôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& Ÿxsù (#qäóö7s? £`ÍköŽn=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# šc%x. $wŠÎ=tã #ZŽÎ6Ÿ2 ÇÌÍÈ  
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri………”( QS. An-Nisaa’: 34)

Allah Ta’ala menciptakan laki-laki dan wanita dengan karakteristik yang berbeda. Secara alami (sunnatullah), laki-laki memiliki otot-otot yang kekar, kemampuan untuk melakukan pekerja-an yang berat, pantang menyerah, sabar dan lain-lain. Cocok dengan pekerjaan yang melelahkan dan sesuai dengan tugasnya yaitu menghidupi keluarga secara layak.
Sedangkan bentuk kesulitan yang dialami wanita yaitu: Mengandung, melahirkan, menyusui, mengasuh dan mendidik anak, serta menstruasi yang mengakibatkan kondisinya labil, selera makan berkurang, pusing-pusing, rasa sakit di perut serta melemahnya daya pikir, sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 14 :
$uZøŠ¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷ƒyÏ9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çmBé& $·Z÷dur 4n?tã 9`÷dur ¼çmè=»|ÁÏùur Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& öà6ô©$# Í< y7÷ƒyÏ9ºuqÎ9ur ¥n<Î) 玍ÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ  
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang tuanya (ibu- bapanya); ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun,  bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang tuamu (ibu bapakmu), hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman: 14).

Ketika dia melahirkan bayinya, dia harus beristirahat, menunggu hingga 40 hari atau 60 hari dalam kondisi sakit dan merasakan keluhan yang demikian banyak, tetapi harus dia tanggung juga. Ditambah lagi masa menyusui dan mengasuh yang menghabiskan waktu selama dua tahun. Selama masa tersebut, si bayi menikmati makanan dan gizi yang dimakan oleh sang ibu, sehingga mengurangi staminanya.
Oleh karena itu, Dienul Islam menghendaki agar wanita melakukan pekerjaan/karier yang tidak bertentangan dengan kodrat kewanitaannya dan tidak mengungkung haknya di dalam bekerja, kecuali pada aspek-aspek yang dapat menjaga kehormatan dirinya, kemuliaannya dan ketenangannya serta menjaganya dari pelecehan dan pencampakan.
Dienul Islam telah menjamin kehidupan yang bahagia dan damai bagi wanita dan tidak membuatnya perlu untuk bekerja di luar rumah dalam kondisi normal. Islam membe-bankan ke atas pundak laki-laki untuk bekerja dengan giat dan bersusah payah demi menghidupi keluarganya.
Maka, selagi si wanita tidak atau belum bersuami dan tidak di dalam masa menunggu (‘iddah) karena diceraikan oleh suami atau ditinggal mati, maka nafkahnya dibebankan ke atas pundak orangtuanya atau anak-anaknya yang lain, berdasarkan perincian yang disebutkan oleh para ulama fiqih kita.
Bila si wanita ini menikah, maka sang suamilah yang mengambil alih beban dan tanggung jawab terhadap semua urusannya. Dan bila dia diceraikan, maka selama masa ‘iddah (menunggu) sang suami masih berkewajiban memberikan nafkah, membayar mahar yang tertunda, memberikan nafkah anak-anaknya serta membayar biaya pengasuhan dan penyusuan mereka, sedangkan si wanita tadi tidak sedikit pun dituntut dari hal tersebut.
Selain itu, bila si wanita tidak memiliki orang yang bertanggung jawab terhadap kebutuhannya, maka negara Islam yang berkewajiban atas nafkahnya dari Baitul Mal kaum Muslimin.

5.    Memahami pekerjaan/profesinya :
Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda (QS Al-Lail /92:4).
Janganlah kamu mengatakan apa yang kamu tidak berilmu tentangnya (QS Al-Isra/ 17 : 36).
Mengatakan disini mengandung makna yang luas, antara lain berkata dengan lisan, sikap dan tindak tanduk. Maka dalam menentukan pekerjaan/profesi yang kita pilih hendaklah kita pahami dahulu sebarapa besar potensi yang kita miliki dan peluang yang dapat kita ambil sebelum kita menentukan atau memilih suatu pekerjaan/profesi.
6.      Kisah Inspiratif
Khadijah Binti Khuwailid lahir pada kira-kira 15 tahun sebelum tahun gajah. Ia berasal dari kalangan bangsawan Quraisy dan nasabnya sangat terjaga. Ia besar di kalangan keluarga yang memiliki pencarian hidup sebagai pedagang besar. Maka tak heran jika sejak kecil ia belajar bagaimana cara berbisnis yang baik dan menguntungkan namun tidak melanggar norma dan etika bisnis yang lurus.
Khadijah tumbuh menjadi bunga Quraisy yang cantik dan cerdas. Kebaikan budi pekertinya yang mulia pun terkenal ke seluruh pelosok negeri. Banyak pemuda yang ingin menyunting untuk menjadikannya pendamping hidup. Tercatat, ‘Atiq bin ‘Ahid dan Abu Halah pernah menikahi Khadijah. Tetapi setelah suami terakhirnya meninggal dunia pula di tengah perjalanan hidup pernikahan mereka, Khadijah sempat tidak berminat untuk menikah lagi. Ia memilih mengkonsentrasikan hidupnya untuk membesarkan dan mengurus anak-anak serta bisnisnya yang semakin berkembang.
Selain harta peninggalan dari orangtua yang diwarisinya, peninggalan harta dari para suaminya pun sangat banyak. Karena itulah Khadijah menjadi pebisnis yang sibuk mengelola dan mengembangkan usaha-usahanya yang sudah meluas hingga keluar negeri Makkah.
Sebagai perempuan yang dikenal terjaga akhlak mulianya, sehingga dijuluki sebagai At-Thahiroh-wanita yang suci, Khadijah sangat berhati-hati dalam berbisnis. Ia membangun jaringan bisnisnya dengan modal kepercayaan. Akhlak yang luhur dalam berbisnis ini nyatanya sangat membantunya dalam mengembangkan relasi kerja.
Selain bersikap baik pada relasi bisnisnya, Khadijah pun peduli pada para pekerjanya. Ia sangat memperhatikan kesejahteraan mereka. Dalam hal ini Khadijah menerapkan sistem bagi hasil pada orang-orang yang menjualkan barangnya. Keuntungan yang diperoleh dari hasil berdagangnya dibagi sesuai andil masing-masing, hingga kedua belah pihak merasa puas dengan sistem ini. Akhirnya, usaha Khadijah semakin berkembang, dan pekerjanya semakin banyak.
Salah satu karyawan yang bekerja menjualkan barang dagangan Khadijah adalah Muhammad bin Abdullah. Sejak awal Muhammad sudah dikenal dengan julukan Al-Amin-yang dapat dipercaya, sehingga ketika ia membawa barang dagangan Khadijah pun ia menjadi salah satu karyawan yang sangat terpercaya. Setiap kali Muhammad membawa barang dagangan Khadijah ke luar kota, ia pasti pulang membawa hasil yang memuaskan.
Kemampuan bisnis Muhammad yang bagus, juga ahlaknya yang mulia membuat hati Khadijah tertarik. Meskipun Khadijah menolak pinangan yang sebelumnya banyak diajukan para petinggi Quraisy, hatinya tidak bisa menolak keinginan untuk meminang sang Al Amin. Keinginannya ini pun ia sampaikan pada orang kepercayaannya, Nafisah. Orang kepercayaannya inilah yang kemudian menjadi penghubung pernikahan Khadijah dengan Muhammad.
Kebahagiaan Khadijah menikah dengan Muhammad semakin lengkap dengan hadirnya putera puteri yang meramaikan suasana rumah mereka. Muhammad pun menjadi ayah bagi anak-anak, suami dan partner bisnis yang sempurna bagi kehidupan Khadijah.
Setelah pernikahan dengan Khadijah, Muhammad diangkat menjadi nabi dan rasul penutup. Misi suci ini membuat Rasulullah SAW banyak meninggalkan rumah untuk berdakwah. Otomastis, perannya dalam bisnis pun berkurang. Sebagai istri, Khadijah memahami ini dan mengambil alih seluruh roda perputaran bisnis tersebut, ia tak segan-segan mengeluarkan hartanya untuk membantu penyebaran islam. Sejarah kemudian mencatatnya sebagai penyokong dana dakwah terbesar sepanjang zaman. (Jumi/ummahonline)

DAFTAR PUSTAKA

DEPAG RI. 2009. Al Qur`an dan Terjemahannya. Bandung : Penerbit Diponegoro
Da'wahrights 2010. Terjemah Shahih Bukhori Muslim. http://abinyazahid.multiply.com
Faqih, Aunur Rahim, 2004. Bimbingan dan Konseling dalam Islam. Jogjakarta: UII Press
Gibson, R. L. dan Mitchell, M.H. 1995. Intoduction to Counseling and Guidance, Englewood Cliffs.  New Jersey : Prentice-Hall Inc.
Munandir. 1996. Program Bimbingan Karier di Sekolah. Jakarta : PPTA –Ditjen Dikti Depdikbud.
Milgram, Roberta M. 1991.  Counseling Gifted and Talented Children, Noewood.  New Jersey : Ablex Publishing Corporation.
Surya. 1988. Bimbingan Karier. Bandung : PPS UPI. Makalah tidak diterbitkan.
Sutoyo, Anwar. 2009. Bimbingan dan Konseling Islami. Teori dan Praktek. Semarang : Widya Karya.
Winkel, W.S dan M.M. Sri Hastuti.2005. Bimbingan dan Konseling di Intitusi Pendidikan. Jakarta: Gramedia



No comments:

Post a Comment