STUDI PUSTAKA TENTANG AYAT-AYAT ALQUR’AN, HADIST DAN KISAH
KEHIDUPAN YANG BERKAITAN DENGAN KARIR
1. Pengertian Karir
Istilah
karier memiliki makna yang berbeda-beda tergantung dari sudut pandangnya
masing-masing. Namun demikian, terdapat kesamaan bahwa masalah karier tidak
dapat dilepaskan dengan aspek perkembangan, pekerjaan, jabatan, dan proses
pengambilan keputusan. Atas dasar ini, untuk memperoleh pemahaman yang lebih
luas dan komprehensif tentang hakekat karier, bagian ini akan menjelaskan
tentang konsep dasar karier, teori-teori perkembangan karier, serta
implikasinya terhadap konseling.
Milgram
(1979) menegaskan bahwa perkembangan karier merupakan suatu proses kehidupan
panjang dari kristalisasi indentitas vokasional. Suatu variasi luas dari
kombinasi faktor keturunan, fisik, pribadi-sosial, sosiologis, pendidikan,
ekonomi, dan pengaruh-pengaruh budaya. Dalam bagian lain juga disebutkan bahwa
karier adalah gaya hidup. Artinya bahwa karier adalah suatu makna utama dari
ekspresi kemampuan dan minat khusus yang secara intensif disadari sebagai
implikasi dari pilihan pekerjaan untuk gaya hidup di masa mendatang. Dalam
diskusi tentang karier sebagai gaya hidup, isu-isu yang berlawanan dengan
nilai-nilai pekerjaan yang menyenangkan sering kali muncul. Atas dasar ini
karier hakekatnya adalah bagaimana memadukan antara kemampuan dengan nilai
kesenangan sebagai satu kesatuan. Karier sebagai gaya hidup adalah bagian dari
proses pengambilan keputusan pada semua orang, dengan maksud agar tidak
menimbulkan konflik antara kesenangan dalam pekerjaan dengan pemenuhan aspirasi
dan dalam merealisasikan kemampuannya.
Munandir
(1996) menyatakan bahwa karier erat kaitannya dengan pekerjaan dan hal
memutuskan karier bukanlah peristiwa sesaat , melainkan proses yang panjang dan
merupakan bagian dari proses perkembangan individu. Hoyt (Gibson dan Mitchell,
1995) menjelaskan bahwa karier adalah totalitas dari pengalaman
pekerjaan/jabatan seseorang dalam sepanjang hidupnya. Dalam arti sempit karier
adalah jumlah total dari pengalaman pekerjaan/jabatan seseorang dalam kategori
pekerjaan umum, seperti sebagai pengajar, akunting, dokter, atau sales.
Sementara
itu Gibson dan Mitchell (1995) menjelaskan bahwa karier adalah jumlah total
dari pengalaman hidup dan gaya hidup seseorang. Secara konseptual, karier erat
kaitannya dengan pekerjaan, perkembangan karier, pendidikan karier, bimbingan
karier, konseling karier, informasi pekerjaan, jabatan, dan pendidikan jabatan.
Dijelaskan lebih lanjut bahwa antara karier, pendidikan karier, perkembangan
karier, dan konseling karier merupakan istiah-istilah yang saling berhubungan.
Karena itu satu tanpa yang lain tidak akan efektif dan kurang bermakna.
Dimaksudkan dengan pendidikan karier adalah seluruh aktivitas dan pengalaman
yang direncanakan untuk menyiapkan seseorang untuk memasuki dunia kerja,
perkembangan karier merupakan aspek dari totalitas perkembangan yang
mendasarkan pada belajar tentang, persiapan untuk, masuk ke, dan kemajuan dalam
dunia pekerjaan. Sedangkan konseling karier adalah aktivitas yang dimaksudkan
untuk menstimulasi dan memfasilitasi perkembangan karier sepanjang hidupnya.
Aktivitas tersebut termasuk membantu dalam perencanaan karier, pengambilan
keputusan karier, dan penyesuaian karier. Dengan demikian, pendidikan karier
akan menstimulasi perkembangan karier, sedangkan konseling karier akan
memberikan arah terhadap pendidikan dan perkembangan karier.
2. Perintah bekerja :
Dan
katakanlah : “Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin
akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang
Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa
yang telah kamu kerjakan” (QS at-Tawbah /9: 105).
Beramal
artinya beraktifitas dalam dan demi hidup dan kehidupan. Karena dalam Islam
tidak dikenal pemisahan antara dunia – akhirat, agama – dunia, maka segala
aktifitas hidup dan kehidupan merupakan amal yang diperintahkan oleh Islam.
Segala
bentuk pekerjaan atau perbuatan bagi seorang muslim dilakukan dengan sadar dan
dengan tujuan yang jelas yaitu sebagai bentuk pengabdian kepada Allah
semata-mata sebagimna firmanNya : “tidaklah aku ciptakan jin dan manusia
melainkan untuk mengabdi kepadaKu” (QS Adz-Zaariyaat/ 51 : 56)
3. Orientasi bekerja :
Dan sesungguhnya
akhirat itu lebih baik dari permulaan (QS adh-Dhuha/93 :4).
Akhirat
itu berasal dari kata “akhir” artinya kelanjutan proses dari yang awal; sesudah
sekarang atau masa depan. Karena masa kehidupan itu berlangsung panjang dan
lama, sedangkan kehidupan dimana kita memulai sesuatu itu singkat dan
sementara, maka kita lebih mengutamakan kehidupan yang indah dan bernilai lebih
baik di masa mendatang.
Oleh
karenanya, jika kita menginginkan kebaikan pada masa mendatang, maka kita harus
mempersiapkan atau menanam bibit kebaikan pada langkah awalnya, dan terus
menerus memupuk dan memelihara kebaikan sebagai proses menuju kebaikan sempurna
sebagai buah yang akan dipetik pada saatnya.
4. Karier Pria dan Wanita dalam Perspektif Islam
Dalam
Islam, yang wajib memberikan
nafkah adalah suami. Islam menjadikan suami sebagai kepala keluarga, di pundaknyalah tanggung
jawab utama lahir batin keluarga. Islam juga sangat proporsional dalam membagi tugas rumah tangga,
kepala keluarga diberikan
tugas utama untuk menyelesaikan segala urusan di luar rumah, sedang sang isteri memiliki
tugas utama yang mulia, yakni mengurusi segala urusan dalam rumah.
Firman Allah dalam Qur’an Surat Al Ahzaab ayat 33
tbös%ur
Îû £`ä3Ï?qãç/ wur
Æô_§y9s?
yly9s?
Ïp¨Î=Îg»yfø9$# 4n<rW{$# ( z`ôJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# úüÏ?#uäur
no4q2¨9$# z`÷èÏÛr&ur
©!$#
ÿ¼ã&s!qßuur 4 $yJ¯RÎ)
ßÌã ª!$#
|=ÏdõãÏ9
ãNà6Ztã }§ô_Íh9$#
@÷dr&
ÏMøt7ø9$#
ö/ä.tÎdgsÜãur #ZÎgôÜs?
ÇÌÌÈ
”Dan hendaklah kamu (wanita) tetap di rumahmu dan janganlah kamu
berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahuludan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu hai ahlul
bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.
Perbuatan
ihsan (baik) seorang suami harus dibalas pula dengan perbuatan yang serupa atau
yang lebih baik oleh isteri. Ia harus berkhidmat kepada suaminya dan menunaikan
amanah mengurus anak-anaknya menurut syari’at Islam yang mulia. Allah SWT telah
mewajibkan kepada dirinya untuk mengurus suaminya, mengurus rumah tangganya,
mengurus anak-anaknya.
Firman Allah dalam Qur’an Surat An-Nisaa’ ayat 34 :
ãA%y`Ìh9$# cqãBº§qs%
n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$#
$yJÎ/ @Òsù
ª!$#
óOßgÒ÷èt/
4n?tã
<Ù÷èt/
!$yJÎ/ur
(#qà)xÿRr&
ô`ÏB
öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù
ìM»tGÏZ»s%
×M»sàÏÿ»ym
É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym
ª!$#
4 ÓÉL»©9$#ur
tbqèù$srB
Æèdyqà±èS ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ÒyJø9$# £`èdqç/ÎôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr&
xsù
(#qäóö7s? £`Íkön=tã
¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$#
c%x. $wÎ=tã #ZÎ62
ÇÌÍÈ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian
yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah
lagi memelihara diri………”( QS. An-Nisaa’: 34)
Allah
Ta’ala menciptakan laki-laki dan wanita dengan karakteristik yang berbeda.
Secara alami (sunnatullah), laki-laki memiliki otot-otot yang kekar, kemampuan
untuk melakukan pekerja-an yang berat, pantang menyerah, sabar dan lain-lain.
Cocok dengan pekerjaan yang melelahkan dan sesuai dengan tugasnya yaitu
menghidupi keluarga secara layak.
Sedangkan
bentuk kesulitan yang dialami wanita yaitu: Mengandung, melahirkan, menyusui,
mengasuh dan mendidik anak, serta menstruasi yang mengakibatkan kondisinya
labil, selera makan berkurang, pusing-pusing, rasa sakit di perut serta
melemahnya daya pikir, sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an Surat Luqman
ayat 14 :
$uZø¢¹urur z`»|¡SM}$#
Ïm÷yÏ9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq
¼çmBé& $·Z÷dur 4n?tã
9`÷dur
¼çmè=»|ÁÏùur
Îû Èû÷ütB%tæ Èbr&
öà6ô©$#
Í< y7÷yÏ9ºuqÎ9ur ¥n<Î)
çÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang tuanya (ibu- bapanya); ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah
yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah
kepadaku dan kepada dua orang tuamu (ibu bapakmu), hanya kepada-Kulah
kembalimu.” (QS. Luqman: 14).
Ketika
dia melahirkan bayinya, dia harus beristirahat, menunggu hingga 40 hari atau 60
hari dalam kondisi sakit dan merasakan keluhan yang demikian banyak, tetapi
harus dia tanggung juga. Ditambah lagi masa menyusui dan mengasuh yang
menghabiskan waktu selama dua tahun. Selama masa tersebut, si bayi menikmati
makanan dan gizi yang dimakan oleh sang ibu, sehingga mengurangi staminanya.
Oleh
karena itu, Dienul Islam menghendaki agar wanita melakukan pekerjaan/karier
yang tidak bertentangan dengan kodrat kewanitaannya dan tidak mengungkung
haknya di dalam bekerja, kecuali pada aspek-aspek yang dapat menjaga kehormatan
dirinya, kemuliaannya dan ketenangannya serta menjaganya dari pelecehan dan
pencampakan.
Dienul
Islam telah menjamin kehidupan yang bahagia dan damai bagi wanita dan tidak
membuatnya perlu untuk bekerja di luar rumah dalam kondisi normal. Islam
membe-bankan ke atas pundak laki-laki untuk bekerja dengan giat dan bersusah
payah demi menghidupi keluarganya.
Maka,
selagi si wanita tidak atau belum bersuami dan tidak di dalam masa menunggu
(‘iddah) karena diceraikan oleh suami atau ditinggal mati, maka nafkahnya
dibebankan ke atas pundak orangtuanya atau anak-anaknya yang lain, berdasarkan
perincian yang disebutkan oleh para ulama fiqih kita.
Bila
si wanita ini menikah, maka sang suamilah yang mengambil alih beban dan
tanggung jawab terhadap semua urusannya. Dan bila dia diceraikan, maka selama
masa ‘iddah (menunggu) sang suami masih berkewajiban memberikan nafkah,
membayar mahar yang tertunda, memberikan nafkah anak-anaknya serta membayar
biaya pengasuhan dan penyusuan mereka, sedangkan si wanita tadi tidak sedikit
pun dituntut dari hal tersebut.
Selain
itu, bila si wanita tidak memiliki orang yang bertanggung jawab terhadap
kebutuhannya, maka negara Islam yang berkewajiban atas nafkahnya dari Baitul
Mal kaum Muslimin.
5.
Memahami
pekerjaan/profesinya :
Sesungguhnya usaha
kamu memang berbeda-beda (QS Al-Lail /92:4).
Janganlah kamu mengatakan apa yang kamu tidak berilmu tentangnya (QS Al-Isra/ 17 : 36).
Janganlah kamu mengatakan apa yang kamu tidak berilmu tentangnya (QS Al-Isra/ 17 : 36).
Mengatakan disini
mengandung makna yang luas, antara lain berkata dengan lisan, sikap dan tindak
tanduk. Maka dalam menentukan pekerjaan/profesi yang kita pilih hendaklah kita
pahami dahulu sebarapa besar potensi yang kita miliki dan peluang yang dapat
kita ambil sebelum kita menentukan atau memilih suatu pekerjaan/profesi.
6.
Kisah
Inspiratif
Khadijah
Binti Khuwailid lahir pada kira-kira 15 tahun sebelum tahun gajah. Ia berasal
dari kalangan bangsawan Quraisy dan nasabnya sangat terjaga. Ia besar di
kalangan keluarga yang memiliki pencarian hidup sebagai pedagang besar. Maka
tak heran jika sejak kecil ia belajar bagaimana cara berbisnis yang baik dan
menguntungkan namun tidak melanggar norma dan etika bisnis yang lurus.
Khadijah
tumbuh menjadi bunga Quraisy yang cantik dan cerdas. Kebaikan budi pekertinya
yang mulia pun terkenal ke seluruh pelosok negeri. Banyak pemuda yang ingin
menyunting untuk menjadikannya pendamping hidup. Tercatat, ‘Atiq bin ‘Ahid dan
Abu Halah pernah menikahi Khadijah. Tetapi setelah suami terakhirnya meninggal
dunia pula di tengah perjalanan hidup pernikahan mereka, Khadijah sempat tidak
berminat untuk menikah lagi. Ia memilih mengkonsentrasikan hidupnya untuk
membesarkan dan mengurus anak-anak serta bisnisnya yang semakin berkembang.
Selain
harta peninggalan dari orangtua yang diwarisinya, peninggalan harta dari para
suaminya pun sangat banyak. Karena itulah Khadijah menjadi pebisnis yang sibuk
mengelola dan mengembangkan usaha-usahanya yang sudah meluas hingga keluar
negeri Makkah.
Sebagai
perempuan yang dikenal terjaga akhlak mulianya, sehingga dijuluki sebagai
At-Thahiroh-wanita yang suci, Khadijah sangat berhati-hati dalam berbisnis. Ia
membangun jaringan bisnisnya dengan modal kepercayaan. Akhlak yang luhur dalam
berbisnis ini nyatanya sangat membantunya dalam mengembangkan relasi kerja.
Selain
bersikap baik pada relasi bisnisnya, Khadijah pun peduli pada para pekerjanya.
Ia sangat memperhatikan kesejahteraan mereka. Dalam hal ini Khadijah menerapkan
sistem bagi hasil pada orang-orang yang menjualkan barangnya. Keuntungan yang
diperoleh dari hasil berdagangnya dibagi sesuai andil masing-masing, hingga
kedua belah pihak merasa puas dengan sistem ini. Akhirnya, usaha Khadijah
semakin berkembang, dan pekerjanya semakin banyak.
Salah
satu karyawan yang bekerja menjualkan barang dagangan Khadijah adalah Muhammad
bin Abdullah. Sejak awal Muhammad sudah dikenal dengan julukan Al-Amin-yang
dapat dipercaya, sehingga ketika ia membawa barang dagangan Khadijah pun ia
menjadi salah satu karyawan yang sangat terpercaya. Setiap kali Muhammad
membawa barang dagangan Khadijah ke luar kota, ia pasti pulang membawa hasil
yang memuaskan.
Kemampuan
bisnis Muhammad yang bagus, juga ahlaknya yang mulia membuat hati Khadijah
tertarik. Meskipun Khadijah menolak pinangan yang sebelumnya banyak diajukan
para petinggi Quraisy, hatinya tidak bisa menolak keinginan untuk meminang sang
Al Amin. Keinginannya ini pun ia sampaikan pada orang kepercayaannya, Nafisah.
Orang kepercayaannya inilah yang kemudian menjadi penghubung pernikahan
Khadijah dengan Muhammad.
Kebahagiaan
Khadijah menikah dengan Muhammad semakin lengkap dengan hadirnya putera puteri
yang meramaikan suasana rumah mereka. Muhammad pun menjadi ayah bagi anak-anak,
suami dan partner bisnis yang sempurna bagi kehidupan Khadijah.
Setelah
pernikahan dengan Khadijah, Muhammad diangkat menjadi nabi dan rasul penutup.
Misi suci ini membuat Rasulullah SAW banyak meninggalkan rumah untuk berdakwah.
Otomastis, perannya dalam bisnis pun berkurang. Sebagai istri, Khadijah
memahami ini dan mengambil alih seluruh roda perputaran bisnis tersebut, ia tak
segan-segan mengeluarkan hartanya untuk membantu penyebaran islam. Sejarah
kemudian mencatatnya sebagai penyokong dana dakwah terbesar sepanjang zaman.
(Jumi/ummahonline)
DAFTAR PUSTAKA
DEPAG RI. 2009. Al Qur`an dan
Terjemahannya. Bandung : Penerbit Diponegoro
Faqih, Aunur Rahim, 2004. Bimbingan
dan Konseling dalam Islam. Jogjakarta: UII Press
Gibson, R. L. dan Mitchell, M.H.
1995. Intoduction to Counseling and Guidance, Englewood Cliffs.
New Jersey : Prentice-Hall Inc.
Munandir. 1996. Program
Bimbingan Karier di Sekolah. Jakarta : PPTA –Ditjen Dikti Depdikbud.
Milgram, Roberta M. 1991. Counseling
Gifted and Talented Children, Noewood. New Jersey : Ablex Publishing
Corporation.
Surya. 1988. Bimbingan Karier.
Bandung : PPS UPI. Makalah tidak diterbitkan.
Sutoyo, Anwar. 2009. Bimbingan
dan Konseling Islami. Teori dan Praktek. Semarang : Widya Karya.
Winkel, W.S dan M.M. Sri Hastuti.2005. Bimbingan dan Konseling di
Intitusi Pendidikan. Jakarta: Gramedia
No comments:
Post a Comment